Bayar Dewan 'Kutu Loncat' - wiwiriwu #Attribution1 { height:0px; visibility:hidden; display:none }
Headlines News Wiwi Riwu :
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Home » » Bayar Dewan 'Kutu Loncat'

Bayar Dewan 'Kutu Loncat'

Jumat, 17 May 2013, | 78
Bayar Dewan 'Kutu Loncat' Pemprov Tanya Pempus 
KUPANG, TIMEX-Pemerintah Provinsi NTT pro aktif menyambut polemik soal anggota DPRD NTT yang pindah parpol alias caleg 'kutu loncat' untuk menjadi Caleg karena berkonsekuensi pada hak-hak mereka sebagai anggota dewan.  
Pemprov NTT akan melayangkan surat resmi ke Kementerian Dalam Negeri mengenai hak-hak anggota dewan yang pindah parpol tersebut. 
Fransiskus Salem kepada koran ini, Kamis kemarin di Kantor Gubernur NTT. "Terkait hak-hak anggota dewan yang pindah parpol itu kami sudah menyiapkan surat untuk disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk memberikan telaahan mengenai hal tersebut sehingga menjadi pegangan bagi kami. Karena hal ini tidak hanya terjadi di NTT tetapi juga di seluruh Indonesia," kata Frans Salem. 
Menurutnya, konsekuensi lanjutan dari dewan yang pindah parpol adalah proses PAW dan tentunya berkaitan dengan hak-hak anggota dewan itu sendiri. Karena itu pihaknya meminta masukan dari Pempus mengenai hal ini sehingga tidak bermasalah di kemudian hari. 
Namun, untuk saat ini Frans Salem mengatakan, Pemprov NTT tetap membayar hak-hak anggota dewan karena mereka masih sah sebagai anggota dewan. "Apalagi mereka juga tetap melaksanakan tugas seperti biasa sebagai anggota dewan," katanya. 
Sementara itu dukungan atas keputusan KPU Pusat yang mengharuskan Caleg dari dewan pindah parpol harus PAW mendapat dukungan. Pengamat politik dari Undana, Dr. David Pandie mengatakan, salah satu pilar demokrasi adalah ketaatan akan hukum. Karena itu, Caleg pindah perpol tersebut juga harus taat terhadap hukum. 
Dirinya mengatakan, sebagai penyelenggara KPU memiliki aturan main sendiri yang harus ditaati. "Dalam rezim Pemilu, KPU menjadi penyelenggara Pemilu dengan aturan mainnya agar demokrasi bisa ditegakkan. Salah satu pilar demokrasi adalah ketaatan hukum," katanya. 
Karena itu dirinya meminta seorang politisi harus konsekuen berkaitan dengan keputusan untuk pindah partai politik. "Jangan langgar hukum, nanti jadi oportunis yang bersifat parasit. Ke mana-mana mau cari untung. Pemilu adalah hukuman bagi oportunis dan rakyat semestinya tidak boleh memilih mereka," ujarnya tegas. Rektor Universitas PGRI NTT, Semuel Haning, SH, MH mengatakan, baik KPU sebagai penyelenggara maupun lembaga dewan memiliki dasar hukum masing-masing berkaitan dengan Caleg pindah parpol. Karena itu harus ditaati oleh anggota dewan yang pindah parpol untuk menjadi Caleg. "Sebagai warga negara harus taat hukum, semua sama di depan hukum," kata dosen Fakultas Hukum itu. 
Menurutnya, sebenarnya tidak rumit untuk menjawab polemik ini. Hal itu karena seorang anggota dewan tidak boleh merangkap jabatan sebagai anggota parpol. "Bagaimana seorang bisa menjadi Caleg dari parpol lain dan menjadi anggota dewan dari parpol lain. Itu melanggar hukum," katanya. Karena itu dirinya meminta ketegasan dari KPU, lembaga dewan dan parpol pengusung Caleg yang pindah parpol. "Kalau tiga lembaga ini tegas maka tidak ada persoalan," katanya. 
Pendapat berbeda disampaikan pengamat hukum administrasi negara dari Undana, Dr. John Tuba Helan. Menurutnya, KPU tidak berwenang mengatur mengenai dewan pindah parpol untuk di-PAW. Menurutnya Caleg diatur dengan UU sehingga KPU tidak boleh buat aturan untuk Caleg. 
"KPU itu penyelenggara Pemilu, tidak boleh buat aturan untuk Caleg, maka aturan KPU tidak berlaku. Caleg diatur dengan UU," katanya. Tuba Helan menambahkan, PAW bukan urusan KPU tapi Parpol maka KPU tidak boleh ikut campur dan tidak menjadi syarat Caleg. 

Mantan Napi Bisa Caleg 

 Para mantan narapidana yang berniat menjadi calon anggota legislatif kini terbuka peluang. Namun, ada sejumlah syarat harus dipenuhinya. "Mantan napi punya hak untuk bisa dipilih menjadi anggota DPR, DPRD atau DPD," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik di Jakarta, Kamis (16/5). 
Salah satu syarat yang harus dipenuhi sebelum mendaftar sebagai caleg, kata Husni adalah mengumumkan kasusnya di media cetak. Ketentuan ini diwajibkan bagi caleg mantan napi yang terkena ancaman hukuman lima tahun ke atas. "Caleg mantan napi meski terkena vonis satu bulanpun, jika kasus pidananya terancam hukuman di atas lima tahun maka ia wajib melakukan publikasi melalui media cetak," kata Husni. 
Persyaratan ini, menurutnya, sebagai implementasi persyaratan keterbukaan informasi masyarakat dan tidak berlaku bagi caleg mantan napi yang kasusnya terancam hukuman kurang dari lima tahun. 
"Persyaratan publikasi bagi caleg mantan napi memang cukup berat, di satu sisi mereka butuh dikenal masyarakat namun disisi lain harus menunjukkan pada masyarakat kasus pidana yang menjeratnya," ujarnya. Oleh karena itu, jelas Husni, parpol peserta Pemilu 2014 harus mencermati dan mewaspadai persyaratan tersebut. Karena jika ada caleg mantan napi yang kasus pidananya terancam hukuman minimal lima tahun yang dengan sengaja tidak memenuhi persyaratan publikasi di media cetak bisa berdampak pada pencoretan oleh KPU. 
Ditanya terkait hasil verifikasi KPU terkait dengan pencalegan mantan napi, Husni enggan menyebutkan secara detail. Alasannya saat ini masih dalam proses perbaikan. Oleh karena itu, KPU belum memutuskan siapa saja mantan napi yang dicoret karena tidak memenuhi syarat ketentuan tersebut. "Kalau ada mantan napi, kita belum tau. 
Sekarang masih perbaikan. Tapi kalau ada dan tidak memenuhi syarat tentu kita coret," ungkap Husni. Terpisah, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar mengatakan, syarat napi yang diperbolehkan maju adalah mereka yang telah melewati jangka waktu lima tahun setelah keluar dari penjara. 
"Dia (napi, Red) keluar dari penjara maka harus istirahat dulu lima tahun baru boleh maju," kata Akil Mochtar kepada wartawan. Menurutnya, sebelumnya dalam putusannya MK melarang mantan narapidana ikut berpartisipasi untuk maju sebagai caleg. 
Tapi dengan adanya putusan MK bertanggal 24 Maret 2009 tentang Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat 1 huruf g UU 10/2008 tentang Pemilu Legislatif serta Pasal 58 huruf f UU 12/2008 tentang Pemerintahan Daerah, mantan narapidana diperbolehkan ikut pencalegan secara bersyarat. 
Dia menyebutkan, dalam salah satu poin putusan MK, dinyatakan bahwa seorang narapidana bisa mengajukan diri sebagai caleg apabila jangka waktunya hanya selama lima tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya. 
"Yang tadinya tidak boleh sama sekali menjadi boleh asalkan menyatakan dirinya kepada publik bahwa dia mantan narapidana," lanjut Akil. Namun, menurutnya, selama jangka waktu lima tahun tersebut, mantan narapidana yang bersangkutan tidak melakukan pengulangan kesalahan. Jika mengulangi kesalahannya, maka dia dinyatakan tidak memenuhi syarat lagi.
"Terpilihnya seorang mantan narapidana sebagai anggota legislatif itu berada di tangan masyarakat yang memilih. Untuk itu, dalam putusannMK pun menyatakan seorang mantan narapidana hanya boleh memiliki jabatan melalui proses pemilihan umum. Kalau jabatan dipilih melalui Pemilu kan semua terserah rakyat apakah rakyat mau memilih atau tidak," tandasnya. (ito/sam/fmc/vit)
Share this article :
 
Support : Nosi Mbeo Website | Elpas Template | Eja Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. wiwiriwu - All Rights Reserved
Original Design by